Halo semua,
welcome back! Buat kalian yang belum baca gimana kejadian gue berangkat ke sini
silakan cek website ini, klik ini.
peta buatan yustie! |
Jadi hari itu
tanggal 27 Agustus 2017. Hari pertama pengambilan data dan tujuan utama kita
adalah Pulau Jukung. Pulau Jukung merupakan Pulau yang terletak paling utara
dibandingkan dengan Pulau-Pulau lain yang akan kami datangi. Kami dibagi
menjadi 4 tim. Tim Oseanografi, tim Hidrobio, Tim Akustik, dan Tim Pemetaan.
Gue gak bakal cerita banyak tentang semua tim kecuali tim pemetaan karena gue
berada di sana, hehe.
Berhubung tim
Oseanografi alatnya belum sampe (alatnya masih dipakai penelitian di
Probolinggo), akhirnya tugas mereka cukup sederhana, hanya di sekitar pulau
untuk mengambil data kemiringan pantai menggunakan teodolit, tipe pantai, dan
lebar pantai, serta sosek (sosial-ekonomi) di Pulau Jukung. Tim Akustik juga
belum kerja apapun, so, 3 dari mereka ditarik untuk membantu anak pemetaan yang
kekurangan orang sebab masih PIMNAS. Sisanya sosek di Pulau Kelapa Dua. (Oh ya, selamat kalian yang juara 2 pimnas!)
capt by Nabilla |
Kita berangkat menggunakan 2 kapal, kapal 1 harus memuat anak Hidrobio yang harus ke Pulau Harapan dulu ngambil tabung, karena mereka akan scuba diving. Gue masuk di kapal 2 yang isinya anak ose dan pemetaan dan sedikit anak akustik yang bantu anak pemetaan, langsung ke pulau tujuan. Kami sampai di sana pukul 8 pagi kalau tidak salah. Sang ketuplak bersama Pak Putra (beliau orang pulau Kelapa, narahubung kami minjem kapal, ngehubungi orang pulau, ngurusin kambing, loh! Ngurusin hp gue yang hilang, nah!), mereka izin ke orang pulau dulu dengan menunjukkan simaksi. Setelah diizinkan, kami pun menyebar.
video dari instagram
Gue sebagai
anak infrastruktur yang didarat bertemu 2 orang yang tinggal disana. Mereka
bilang, mereka hanya tinggal berempat di pulau itu. Wah, bayangkan sama kalian
betapa sepinya di sana.
Jadi, kami
diceritakan bahwa dulunya pulau ini ramai, sekitar 150 orang bekerja di sini.
Loh kerja apa? Jadi dulu, tahun 1984 berdiri perusahaan budi daya ikan, tapi
sayangnya bangkrut tahun 2014 lalu. Waktu gue berkeliling, kebetulan kami di
tour guide sama mereka, beruntungnya. Kami menemukan kolam fiber besar-besar,
banyak lagi, belum lagi alat-alat yang disebutkan bapaknya. Rasanya sayang
banget, kolam-kolam beserta mesin pendukungnya harus tidak berfungsi lagi.
Bayangkan betapa mahalnya harga yang dipertaruhkan untuk membuat semua ini dan
akhirnya sekarang tinggal bangkai. Kolam sih masih bagus, masih bisa digunakan
jika dan hanya jika industri ini kembali beroperaasi, cuma mesinnya itu loh,
sayang banget, karatan, menguning, jadi rongsok.
capt by darin |
Gue sangat
menyayangkan kebangkrutan suatu industri. Selain barang-barang yang ditinggal
menjadi terbengkalai merongsok, para pekerja pun terpaksa harus diberhentikan.
Mereka akhirnya menjadi pengangguran, padahal mungkin saja mereka punya sanak
saudara yang harus dibiayai. Tapi gue juga kesel sama mereka yang mengelolanya,
harusnya pengelolaannya bagus, pemasarannya oke, biar perusahaannya terus
berlanjut, dan bukannya bangkrut. Tapi berhubung sudah terjadi, yaudalah,
mungkin memang takdir industri tersebut, takdir para pekerja, mau gak mau harus
diterima.
Sekitar jam
10-11 kami kembali ke dermaga karena sudah selesai mengambil data infrastruktur.
Mereka yang ambil data garis pantai juga udah ada. Kami istirahat sambil makan
keripik pisang dan kelapa muda yang baru diambil dan dibelah sama Pak Putra.
Enak banget air kelapanya, segar. Sambil menikmati angin, tiba-tiba Dwi dapet
telepon. Katanya, si ketuplak kami, Bale, terluka. Kotak P3K ada di dermaga,
sedangkan Bale posisinya entah di bagian mana pulau. Katanya kakinya berlubang,
infonya masih gak jelas.
Tak lama, Deden
datang. Dia bilang kaki Bale kena ikan pari. Dia berniat ambil kotak P3K.
Yaudah dikasihlah. Terus Deden pergi setelah mencicip air kelapa dan makan
sedikit keripik pisang. Tak lama kemudian, Bale datang sama partner ambil
datanya. Dia terpincang-pincang. Gue udah ngebayangi berlubang itu artinya
bolong, seperti lubang yang bisa dipakai mengintip. Tapi ternyata hanya
cekungan berlubang. Lumayan, jika di font
calibri, buatlah tanda titik ukuran 48.
capt by darin |
Katanya,
setelah menakut-nakuti partnernya, Bale kena karma dengan terkena ekor ikan
pari totol-totol biru. Dia langsung teriak. Darah keluar seperti air mancur
dari bawah, blup blup suaranya katanya. Sampai di dermaga darahnya sudah tidak
mengalir. Melihat dia kesakitan, kami tetap tega menertawakannya, tapi juga
membantunya. Pak Putra juga ikut membantu mengobati.
Pulau Jukung
ini memang banyak ikan parinya. Penanganan saat terkena ikan pari? Keluarkan
darahnya. Pertama kami kasih bersihkan pake air kelapa (berhubung itu air yang
paling dekat), lalu dikasih kapas yang sudah dibasahi alhohol. Setelah itu
diikat kakinya, supaya racunnya tidak menyebar. Pak Putra cari remis sejenis
kerang, lalu ditempelkan di lubang tadi, supaya racunnya dihisap remis katanya.
Terus agak lama diganti jadi jeruk nipis, airnya dikucurkan ke lubang, lalu
ditempeli jeruk nipis.
Bale kesakitan.
Berhubung beberapa pengambilan data sudah selesai. Bale diantar pulang untuk ke
puskesmas mengobati lukanya. Dia sempat keluar darah lagi sebab dia berlari.
Lari-larian untuk meredakan linu dan mengalihkan pikiran dari sakit.
Bale pulang,
gue ambil data infrastruktur lagi, soalnya yang awal salah, Jeger! (ceritanya
suara petir). Setelah itu, kami menunggu yang lain selesai mengambil data. Semakin
sore anginnya semakin kencang, gue tidur di pos deket dermaga supaya hangat.
Setelah tim hidrobio selesai, barulah kami dijemput dengan kapalnya untuk
pulang. Pulang ke Pulau Harapan dulu untuk mengembalikan tabung. Sambil gue
jajan cilok dan jajanan lainnya. Di Kelapa Dua gak ada jajanan gerobak. Habis
itu baru pulang ke Kelapa Dua. Ngantri mandi, makan, eval, dan tidur.
Sampai jumpa di
hari ekspedisi selanjutnya!
Lucu dut. Terbaik lah aku pemeran utamanya😁😁
ReplyDeleteKok foto penulis terbalik?
ReplyDeleteKok pake "gue" ?