Tuesday 27 June 2017

Rindu by Tere Liye


Judul: Rindu
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tebal: 544 halaman
Terbit: September 2014

"Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yg seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yg seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja”
Rindu- Tere Liye. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan. 
Selamat membaca.

***

Sedikit curhat sebelum masuk ke resensi buku. Awalnya saya malas membaca buku ini, kenapa? Buku ini saya dapatkan dari hasil barter buku Seraphina karya Racel Hartman. Ketika buku Rindu ini sampai, saya kecewa, kertasnya dari kertas koran bahkan print tulisannya miring, terlihat palsu atau memang palsu. Sebal. Saya tukar Seraphina yang bukunya mulus dan asli. Eh, yang datang begini. Hampir satu tahun buku ini saya diamkan. Akhirnya tanggal 19 Juni 2017, karena buku lain yang belum saya baca ketinggalan di kost. Alhasil saya baca buku Rindu ini yang paling menarik diantara buku yang belum dibaca lainnya yang ada di rumah. Dua hari tamat menandakan kemenarikan bukunya.
*

Buku ini bercerita tentang beberapa orang yang memiliki pertanyaan untuk dijawab saat perjalanan haji. Ada wanita yang menyimpan masa lalu kelam. Ada lelaki yang orang lain kira hidupnya penuh kebahagiaan. Ada kakek tua yang sangat mencintai istrinya. Ada pemuda yang terpaksa kabur dari cintanya. Lalu ada tokoh besar yang arif dan menunggu diyakinkan. 

Well, nama tidak disebut mengingat takut spoiler. But as long as you read, you will guess it correctly whom they are.
*

Selalu terhenyak saat membaca buku om tere liye, rasanya adem om. Apalagi setelah tau latar belakangnya zaman dulu, saya suka krn mengkaitkan orang2 zaman dulu. Saya paling malas baca sejarah tapi kalo disuguhkan dalam bentuk novel saya suka.

Saya tahu, kalo dulu perjalanan haji itu memakan waktu lama. Tapi saya blm pernah merenungkan perjalanan dgn kejadian apa saja yg terjadi saat itu. Dan disini tergambarkan. Beruntung ada gurutta di perjalanan haji yg memikirkan penumpangnya agar ada majelis ilmu, sekolah dan pengajian utk anak2, dll. Lalu yg paling saya suka adalah: sebulan di laut. Karena sebulan itu mereka menemukan sekelompok lumba2, pasangan paus, gerombolan ikan terbang, dan pasukan burung falcon. Akan sangat beruntung jika saya melihatnya. 

Tapi perjalanan haji sekarang sebentar. Naik pesawat lebih cepat. Tak ada cengkrama dengan jemaah haji lainnya. Tak ada perkumpulan untuk mengkuatkan ilmu mengenai ibadah haji. Bahkan durasi di tanah suci pun tidak lama. Oh, betapa beruntungnya jemaah haji zaman dulu.

Beralih ke novel, terdapat sedikit kurang mengenakan saat membaca, yakni 
1. beberapa kalimat diulang, dan itu sama persis. Harusnya dikasih tau perkembangan atau ada bedanya lah. Beberapa memang sudah dikembangkan tapi beberapa ini sama persis. Saya tahu rutinitas mereka sama setiap hari tapi ber perbedaan lah walaupun sedikit.

2. Sudah setengah terbaca, tapi jadi agak malas baca bagian detail kapalnya. Mungkin krn rutinitasnya sama dan penggunaan kalimat yg mirip 2 sehingga bosan. Masih nyambung dgn nomor 1 sih

Sudah itu saja, selebihnya bagus. Jawaban untuk setiap pertanyaan dipaparkan dengan baik.

Btw ngomong2 blitar holland. Kapal ini agak mengusik sifat environmentalis saya. Kapal mesin uap ini memang bagus, tapi berpolusi.  Kenapa tidak pakai layar saja sih? Walaupun dibutuhkan SDM lebih banyak, itu tidak masalah dibanding keluar polusi akibat pembakaran batubara. Saya suka Ambo Uleng yang inisiatif menjalankan kapal dengan layar gara2 mesin rusak. Terlihat sekali pelaut sejatinya.